Navigation

PERSPEKTIF ALKITAB UNTUK KEHIDUPAN REMAJA KRISTEN

PENDAHULUAN

Agustinus,  salah  seorang  bapak  gereja,  dilahirkan  di  Tagaste  (sekarang  di  wilayah Algeria) pada tahun 354.  Ibunya yang bernama Monika adalah seorang Kristen yang saleh sedangkan Patrik, ayahnya, adalah seorang kafir yang mempunyai sifat pemarah dan pemabuk. Agustinus dipengaruhi oleh kehidupan ayahnya dan menjadi seorang remaja yang hidup menuruti hawa nafsunya.   Pada masa mudanya, selain pandai menghafal Agustinus juga pandai berdusta, berkelahi, mencuri dan main perempuan.  Ia pernah hidup bersama seorang wanita muda selama
13 tahun di luar nikah, dan dari hubungan asusila ini lahirlah seorang anak laki-laki.
Namun  syukur  kepada  Tuhan  karena  melalui  pembacaan  surat  Roma  13:13-14  yang berkata: “Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan,  jangan dalam percabulan  dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan  dan iri hati. Tetapi  kenakanlah  Tuhan  Yesus  Kristus  sebagai  perlengkapan  senjata  terang  dan  janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya,” Agustinus bertobat.  Agustinus yang belum bertobat  adalah  Agustinus  yang  hidup  mengikuti  hawa  nafsu  sendiri,  merugikan  orang  lain, hanyut dalam kenikmatan dunia dan tidak takut Tuhan.   Agustinus yang sudah bertobat adalah Agustinus   yang  hidup   dalam   kekudusan,   menjadi   berkat   bagi  orang  lain,  meninggalkan kenikmatan dunia dan takut akan Tuhan serta mengasihi firman-Nya.
Jika Tuhan sudah menyatakan kemurahan-Nya terhadap Agustinus melalui firman Tuhan yang dibacanya di kitab Roma 13:13-14, biarlah Tuhan juga menyatakan kemurahan-Nya  pada kita melalui  topik “Perspektif  Alkitab  untuk Kehidupan  Remaja  Kristen.”   Apakah perspektif Alkitab untuk kehidupan remaja Kristen?

PERSPEKTIF TERHADAP DIRI SENDIRI

Alkitab mengajar bahwa sebagai remaja Kristen, tubuh kita adalah bait Allah yang hidup. Paulus amat memperhatikan perbuatan dan tingkah laku orang Kristen.  Ia berkata kepada orang- orang Kristen di Korintus demikian: “Tidak tahukah kamu bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?” (1Kor. 3:16).  Kemudian ia berkata lebih lanjut: ”Tidak tahukah kamu bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu. . . ?” (1Kor.
6:19).   Paulus menulis  kepada  umat Tuhan di Korintus  dengan  memakai  gaya  bahasa  retoris “tidak tahukah kamu. . . .” yang mempunyai pengertian bahwa mereka sesungguhnya sudah harus tahu bahwa sebagai orang-orang percaya, tubuh mereka adalah bait Allah yang hidup di mana Roh Kudus diam di dalam mereka.
Bagi  remaja  dunia,  tubuh  adalah  alat  untuk  melampiaskan  nafsu  tetapi  bagi  remaja Kristen, tubuh ialah bait Allah yang kudus sehingga remaja Kristen sepatutnya hidup dalam kekudusan.   Ketika kita percaya Tuhan Yesus sebagai Juruselamat, kita dimeteraikan oleh Roh Kudus.   Karena itu kalau kita tetap hidup menuruti  hawa nafsu berarti kita mendukakan  Roh Kudus.
Kita dipanggil untuk meninggalkan semua kebiasaan yang dapat memperhamba kita tetap hidup dalam dosa supaya kita dapat hidup dalam kekudusan.   Apakah ada dosa-dosa yang membelenggu kita seperti pesta-pora, mabuk, judi, narkoba?  Kita perlu memohon kepada Tuhan agar kuasa Roh Kudus memampukan kita untuk lepas dari perbuatan-perbuatan dosa yang memperhamba kita.  Menurut remaja dunia, pesta-pora, mabuk, judi dan narkoba adalah hal yang 
normal.   Tetapi menurut Alkitab semua itu memperbudak  kehidupan  kita sehingga kita hidup dalam belenggu dosa.

PERSPEKTIF TERHADAP ORANG LAIN

Manusia  adalah  makhluk  sosial.   Remaja  Kristen sebagai  bagian dari masyarakat  juga harus hidup memperhatikan orang lain yang ada di sekeliling kita.  Tingkah laku dan perbuatan kita akan mempengaruhi orang lain.   Bagaimanakah sikap kita sebagai remaja Kristen terhadap orang lain?  Kita akan melihatnya dari dua sudut, yakni dari sudut negatif dan positif.

Dari Sudut Negatif: Jangan Kita Memakai Kebebasan Yang Kita Miliki di dalam Kristus Menjadi
Batu Sandungan bagi Orang Lain

Paulus berkata, “ . . . jagalah supaya kebebasanmu ini jangan menjadi batu sandungan bagi mereka yang lemah” (1Kor. 8:9).  Orang Kristen di Korintus harus memikirkan sesama saudara seiman.  Bagi orang-orang Kristen yang kuat hati nuraninya, makan daging yang sudah dipersembahkan kepada berhala tidak menjadi masalah, karena itu bukan apa-apa.  Tetapi bagi orang-orang Kristen yang lemah hati nuraninya, kebebasan perbuatan orang-orang Kristen yang kuat hati nurani itu bisa menjadi batu sandungan.  Sebab itu Paulus berprinsip: “Apabila makanan menjadi batu sandungan bagi saudaraku, aku untuk selama-lamanya tidak akan mau makan
daging lagi, supaya aku jangan menjadi batu sandungan bagi saudaraku” (1Kor. 8:13).  Paulus memakai kebebasan yang ia miliki dengan mengontrol kebebasan itu sehingga boleh menjadi berkat bagi orang-orang yang ia layani (1Kor. 9:19).
Kita  bebas  memilih  cara  dan  mode  berpakaian  sesuai  dengan  keinginan  kita.    Tetapi apakah melalui hal itu, misalnya dengan berpakaian terlalu tipis, terlalu ketat, terlalu pendek, kita sudah menjadi batu sandungan terhadap orang lain?  Mengikuti mode masa kini, yes, tetapi kalau mode masa kini menjatuhkan iman orang lain, biarlah kita melepaskan mode tersebut demi membangun iman sesama saudara kita.

Dari Sudut Positif: Memakai kebebasan yang kita miliki di dalam Kristus untuk menjadi berkat bagi orang lain

Tuhan  Yesus  merupakan  teladan  terindah  bagi  kita  dalam  memakai  kebebasan  untuk menjadi berkat bagi orang lain.  Contohnya, Yesus memakai waktu malam-Nya untuk berbicara dengan Nikodemus,  seorang Farisi yang membutuhkan  penyelesaian  tentang masalah kerajaan sorga (Yoh. 3:1-21).   Yesus memakai waktu siang-Nya untuk berbicara dengan wanita Samaria (seorang wanita yang dihindari orang banyak karena perbuatan amoralnya) untuk menyelesaikan masalah air hidup (Yoh. 4:1-26).   Yesus bertanya kepada Bartimeus,  pengemis buta dari kota Yerikho,   “Apa   yang   kaukehendaki   supaya   Aku   perbuat   bagimu?”       Yesus   kemudian menyembuhkan buta Bartimeus (Mrk. 10:46-52).  Tuhan Yesus menolong orang lain bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan semata-mata untuk keuntungan orang yang dilayani-Nya.   Pola kehidupan Yesus yang sedemikian ini membuat Paulus memberikan nasihat kepada orang-orang Kristen di Korintus: “Jangan seorang pun mencari keuntungan sendiri, tetapi hendaklah tiap-tiap orang mencari keuntungan orang lain” (1Kor. 10:24).
Confusius mengajar, “Apa yang kita tidak mau orang lain perbuat kepada kita, jangan kita lakukan terhadap orang lain.”  Ini adalah Golden Rule dari Confusius.   Kalau kita mau menjadi orang baik, jangan berbuat jahat kepada orang lain.  Ajaran moral ini adalah ajaran yang pasif.
Yesus juga memberikan Golden Rule kepada orang percaya, yakni: “Segala sesuatu yang kamu  kehendaki  supaya  orang  perbuat  kepadamu,  perbuatlah  demikian  juga  kepada  mereka” 
(Mat. 7:12).  Yesus mengajar kita untuk menjadi anak-anak Tuhan yang aktif melakukan perintah
Tuhan terhadap sesama kita. PERSPEKTIF TERHADAP DUNIA INI
Sebagai remaja Kristen kita patut mengasihi manusia berdosa yang ada di dalam dunia (Yun. kosmos) ini sebagaimana Allah mengasihi (Yoh. 3:16).   Yesus mengasihi penduduk Yerusalem  dan  menangis  bagi  mereka  yang  mengeraskan  hati  menolak  keselamatan  yang  Ia sediakan  (Luk.  19:41).    Kita  sudah  memiliki  hidup  kekal  dari  Tuhan  dan  sepatutnya  kita mengasihi orang-orang di dalam dunia yang belum mempunyai hidup kekal dalam Tuhan Yesus.
Di pihak lain, sebagai orang percaya kita diperingatkan untuk tidak mengasihi dunia.  Di
dalam  suratnya,  rasul  Yohanes  menasihati  orang-orang  percaya,  “Janganlah  kamu  mengasihi dunia (Yun. kosmos) dan apa yang ada di dalamnya.  Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu.  Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia.  Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginanya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya (1Yoh. 2:15-17).
Mirip dengan nasihat Yohanes, Petrus menasihati orang Kristen agar menjauhkan diri dari keinginan-keinginan  daging yang berjuang melawan jiwa (1Ptr. 2:11).   Keinginan daging yaitu hidup menuruti kemauan hawa nafsu yang mementingkan diri sendiri dan kepuasan diri.  Orang- orang di sekeliling kita menjadikan posisi, kekuasan, kekayaan sebagai prioritas mereka.  Apakah remaja Kristen juga mengejar hal-hal ini?
Selanjutnya, keinginan mata yaitu apa yang kita lihat kita menginginkannya.  Orang-orang
dunia  hidup  berdasar  penampilan  yang  kelihatan  di  depan  mata.    Penonjolan  diri  melalui perhiasan  dan  kemewahan  merupakan  ciri-ciri  kehidupan  manusia  di  dunia  ini.    Kehidupan semacam ini bukan untuk kehidupan remaja Kristen.
Sedangkan keangkuhan hidup yaitu percaya diri berdasarkan materi yang kita miliki.  You are what you drive.  Anda adalah manusia kalau memiliki BMW atau Rolls Royce.  You are what you wear.  Anda adalah manusia kalau berpakaian pola Paris atau memakai arloji Rolex.  Anak Tuhan tidak memakai perspektif hidup seperti ini.  Kita adalah manusia yang bernilai di hadapan Tuhan bukan karena memiliki mobil mahal atau perhiasan mewah, melainkan karena kita adalah anak Tuhan yang sudah ditebus oleh darah Kristus yang tidak ternilai harganya.
Kita tidak perlu merasa kuper (kurang pergaulan) karena tidak mengikuti cara hidup orang dunia yang menekankan  penampilan  luar yang memukau.   Justru sebagai remaja  Kristen kita perlu hidup dengan prinsip kuper, yaitu  mau memperkenan hati Tuhan dengan tidak mengasihi dunia ini dengan segala kemewahan dan kenikmatannya.

PERSPEKTIF TERHADAP TUHAN

Kelakuan dan kehidupan remaja Kristen bukan hanya berhubungan dengan diri sendiri, dengan orang lain dan dengan dunia ini, tetapi yang lebih penting kelakuan dan kehidupan orang Kristen berhubungan dengan Tuhan yang sebagai sumber hidup orang Kristen.

Seorang Anak Tuhan Hidup Mengasihi Tuhan dan Firman-Nya

Karena Tuhan sudah mengasihi kita lebih dahulu maka kita patut mengasihi Tuhan.  Bukti bahwa seseorang mengasihi Tuhan ialah mengasihi firman Tuhan dan suka melakukan firman itu dalam kehidupannya.   Firman Tuhan harus mengendalikan  seluruh aspek kehidupan kita, baik pikiran, perkataan dan perbuatan (Yoh. 14:15; 21; 15:10; 1Yoh. 2:3-5; 3:21 dst.). 
Pemazmur   berulang   kali  mengutarakan   isi  hatinya   yang  mengasihi   Tuhan   dengan mengasihi firman Tuhan: “Biarlah aku hidup menurut petunjuk perintah-perintah-Mu,  sebab aku menyukainya”  (Mzm.  119:35);  “Itulah  sebabnya  aku  mencintai  perintah-perintah-Mu   lebih daripada emas, bahkan daripada emas tua” (Mzm. 119:127); “Aku berpegang pada peringatan- peringatan-Mu dan aku amat mencintainya” (Mzm. 119:167).

Seorang Anak Tuhan Hidup dalam Takut akan Tuhan

Seseorang  yang takut  akan  Tuhan  ialah orang  yang menghormati  Tuhan  dalam  setiap aspek kehidupannya.   Konkretnya,  seseorang yang takut akan Tuhan ialah seorang yang takut berbuat dosa di mana saja dan kapan saja.   Bandingkan perbuatan istri Potifar yang tidak takut akan Tuhan, dengan perbuatan Yusuf yang takut akan Tuhan (Kej. 39).  Ketika suaminya tidak di rumah, istri Potifar tanpa malu-malu:  mengajak Yusuf tidur bersama (39:7); membujuk Yusuf tidur bersama dari hari ke hari (39:10); memegang baju Yusuf (39:12); memfitnah Yusuf di muka orang  banyak  (39:14);  memfitnah  Yusuf  di depan  suaminya  ketika  sang  suami  kembali  dari tugasnya (39:17).
Dari  perbuatannya  kita  mengetahui  bahwa  istri  Potifar  sama  sekali  tidak  takut  akan Tuhan.  Kebalikan dari istri Potifar yang tidak takut Tuhan, Yusuf adalah seorang pemuda yang takut akan Tuhan.  Meskipun ia dibujuk dari hari ke hari untuk tidur bersama dengan istri Potifar, Yusuf menolak melakukan  perbuatan yang tidak patut ini karena hal itu merupakan kejahatan besar dan dosa terhadap Allah (Kej. 39:9).
Daud yang bertobat menyadari bahwa perbuatan zinahnya dengan Batsyeba merupakan
dosa  terhadap  Tuhan.   Dalam  Mazmur  51:6  ia berkata,  “Terhadap  Engkau,  terhadap  Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang Kau anggap jahat. . . .”
Kita   harus  memohon   kepada   Tuhan   untuk  menolong   kita  menghargai   kekudusan kehidupan   seksual.     Hubungan   seks  sebelum  menikah   merupakan   dosa  terhadap   Tuhan. Perbuatan ini sudah dianggap normal oleh banyak remaja masa kini.  Tetapi Tuhan menghendaki remaja Kristen menjaga kekudusan hidup pernikahan.   Penulis kitab Ibrani berkata, “Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah” (13:4).

KESIMPULAN

Kita membutuhkan pertolongan Tuhan agar dapat menjaga kekudusan hidup kita sebagai bait Allah  yang hidup  agar  kita  menjadi  berkat  bagi  orang  lain dengan  berbuat  baik sebagai ekspresi pernyataan hidup Kristus.   Kehidupan kita harus merupakan kehidupan yang tidak mengasihi  dunia dengan segala kenikmatan  dan kemewahan,  tetapi sebaliknya,  kita mengasihi Tuhan serta senang untuk melakukan firman itu dalam segala aspek kehidupan dengan dasar takut akan Tuhan.

Oleh : CORNELIUS KUSWANTO
Share
Sponsor a Child in Jesus Name with Compassion

Unknown

Blog ini berisi Renungan dan berbagai Artikel juga dokumentasi kegiatan
Remaja GMIM solafide Perkamil

Post A Comment:

0 comments: