Navigation

Lain-Lain

GEREJA DAN TATA GEREJA
A.            Pend ahuluan
Dalam tatanan kehidupan manusia, ketika didalamnya terdapat dua orang atau lebih maka berlakulah apa yang disebut dengan lembaga atau institusi dimana dua orang atau lebih itu berada atau berhimpun. Pada lembaga atau institusi tersebut dalam menjalankan misinya memerlukan pengorganisasian. Secara makro dalam suatu institusi organisasi terbagi dalam dua bagian besar, yaitu organisasi kemasyarakatan dan organisasi keagamaan. Kedua bagian organisasi ini tidak dapat dipisahkan satu dengan yagn lain tetapi dapat saja dipilah-pilah. Sebgai contoh: keluarga sebagai lembaga organisasi terkecil dan terdepan. Pada satu pihak menjadi bagian yang tak terpisahkan dari suatu organisasi keagamaan, tetapi pada pihak lain keluarga adalah juga bagian dari organisasi kemasyarakatan. Karena itu keluarga sebagai lembaga terkecil sekalipun tidak dapat dimutlakkan menjadi bagian dari salah satu organisasi makro yang ada. Tentang organisasi gereja dapat pula dilihat dari dua sudut pandang, yakni gereja sebagai lembaga atau organisasi dan gereja sebagai persekutuan. Dalam hal ini, maka seeara rinci Abineno (1995) menyebutkan, bahwa:
"Gereja adalah persekutuan orang-orang yang dipilih, dipanggil dan ditempatkan di dunia ini untuk melayani ALLAH dan melayani manusia".
Lebih lanjut Abineno menyebutkan bahwa: "Gereja adalah umat Allah yang dipanggil keluar dari dalam kegelapan kepada terangNya yang ajaib untuk memberitakan perbuatan-perbuatanNya yang besar (band. I Petrus 2:9). Dari sudut pandang bentuk pemunculannya di dunia, pada satu pihak gereja adalah suatu perhimpunan manusia biasa yang mempunyai kesamaan-kesamaan tertentu dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan, seperti Negara, parpol, perkumpulan sosial dan lain-lain. Tetapi jika kita memandangnya dari sudut pandang hakekat gereja, gereja adalah suatu persekutuan rohani dengan Yesus Kristus sebagai kepala.
Dari pemandangan dan pemahaman tersebut maka timbullah dualisme pemahaman yaitu dari sudut pandang gereja sebagai persekutuan rohani dimana Yesus Kristus sebagai Kepala, peraturan-peraturan atau hukum gereja (Tata Gereja) tidak diperlukan. Peraturan atau hukum gereja (Tata Gereja) hanya diperlukan hubunganya dengan dengan gereja sebagai organisasi atau perhimpunan. Apapun pemahaman kita tentang gereja; apakah gereja itu sebagai persekutuan ataupun gereja sebagai organisasi, keduanya tidak dapat dipisahkan karena keduanya berbicara dan melibatkan manusia yang hams diatur dan ditata.

Perlunya Tata Gerja Dalam Gereja
I. Latar belakang Alkitab
Ketika gereja menghadapi berbagai krisis (baca: Pergumulan), orang (jemaat) bertanya: menurut tata gereja sebenarnya bagaimana? Tapi pada pihak lain ada orang kemudian mengatakan: semua perturan (Tata Gereja) umurnnya sudah baik, tapi yang soal adalah orangnya (pemimpinnya) apakah is benar-benar telah mematuhi aturan-aturan yang ada atau tidak? Memang dalam kenyataan, kerap kali tata gereja diperadalamnya untuk kepentingan tertentu. Sebagai contoh: "Ketika hendak melaksanakan sanksi terhadap seseorang, tata gereMemperlanear, tetapi ungkapan: tata gereja perlu direferensi, tata gereja tidak sesuai lagi dengan keadaan jaman (saat ini)."
Kenyataan inilammemperlanearan orang lain juga mengatakan bahwa: gereja tidak perlu ditata gereja! Sudah ada Alkitab! Cukup baca dan pahami Alkitab yang ada!
Tentang pertanyaan: perlukah tata gereja dalam kehidupan bergereja? Dalam Alkitab ada bukti-bukti dimana pengoolehisasian itu perlu. Perhatikan Keluaran 18; Kisah 6:1; Kor. 12-14 dan Efesus 4 dengan perkataan lain tata gereja adalah hasil perenungan kita akan Berita Alkitab atau khotbah kita tentang struktur dan fungsi gereja yang disusun dalatn bahasa peraturan. Alasan pokok yang merupakan latar belakang Alkitab tentang perlunya tata gereja antara lain:
Memperlancar pelayanan
Belajar dari Keluaran 18:13-27 kita dapati bahwa perlunya penataan organisasi pelayanan antara lain dimaksudkan untuk memperlancar pelayanan sebagaimana pendelegasian wewenang Musa kepada para pemimpin seribu, pemimpin seratus, pemimpin lima puluh dan pemimpin sepuluh dimaksudkan untuk kelancaran pelayanan.
Menjawab kebutuhan pelayanan
Dari bagian Alkitab yang dikutip tadi sebagai alasan perlunya tata gereja dapat dipelajari, bahwa adanya atau perlunya tata gereja sebagaimana dialami olch umat Allah dulu antara lain disebabkan oleh adanya pelayanan. Untuk menjawab kebutuhan itulah sehingga diadakanlah tata gereja. Untuk menjawab kebutuhan itu pula, maka tata gereja selalu harus terbuka dirobah dan direlevansikan. Itulah pula sebabnya sehingga dalam sejarah GMIM kita sudah mengenal sepuluh tata gereja yakni: 1934, 1939, 1940, 1942, 1951, 1966, 1970, 1981, 1990 dan 1999.
Menerbitkan pelayanan gereja
Dalam suratnya kepada jemaat Korintus (1 Kor. 12 & 14). Paulus menasehatkan akan perlunya ibadah-ibadah jemaat. Semua upaya penataan itu, menurut Paulus Perlu dilakukan agar" .... Segala sesuatu berlangsung dengan sopan dan teratur" (1 Kor. 14:40). Sebab "Allah tidak menghendaki kekacauan melainkan damai sejahtera" (1 Kor. 14:33).
2. Latar Belakang Gereja sebagai Organisasi
Gereja bersaksi dan melayani di dalam dunberdasarkan sebagai conian itu menunjukkan bahwa gereja hams menata pelayanannya sehingga pelayanannya dapat tercapai. Suatu organisasi tanpa ada peraturan (tata gereja/anggaran dasar) akan kacau. Umat sebagai suatu komunitas sosial memerlukan kesepakatan-kesepakatan yang tertulis dan memiliki kekuatan yang mesti dihormati dan dihargai oleh anggotanya. Inilah kensekuensi dari gereja sebagai organisasi yang ada di dalam dunia. Ada yang bertanya: Apakah Alkitab tidak cukup untuk mengatur kehidupan gereja? Pertanyaan ini mestilah dijawab: Alkitab bukanlah kumpulan undang-undang atau peraturan-peraturan. Bahkan kalau ada peraturan tertulis dumumnyaitab itupun diberikan Tuhan Allah pada umatNya agar dipergunakan sebagai peraturan organisme gereja. Sekali lagi bukan. Justru gerejalah yang menyusun peraturan-peraturan gereja sebagaimana asas-asas suatu organisasi dan berdasareontoh:itab.
C.            Sifat-Sifat Tata Gereja
1. Tata Gereja Sebagai Alat
Sebagai alat berarti Tata Gereja bukan tujuan. Yang perlu dihindari bilamana kegiatan pelayanan dilaksanakan seolah-olah hanya untuk memenuhi semua ketentuan gereja. Ataumenjadikan semau peraturan gereja itu sebagai suatu kekuatan ilahi yang mesti dilaksanakan dan diterapkan secara hurufiah. Memang tak dapat disangkal umat Allah sering kali terjebak di dalam menerapkan peraturan-peraturan di dalam hidupnya. Di zaman Tuhan Yesus, orang Yahudi tanpa sadar melaksanakan taurat itu secara hurufiah dan mereka itu biasa disebut farisi, melaksanakan hukum dan peraturan secara mutlak. Bilamana Tata Gereja dipahami sebagai alat, itu menunjukan bahwa Tata Gereja bukan utama. Sebab yang utama Tuhan Allah yang menyatakan diri dalam Yesus Kristus. Sebagai alat Tata Gereja hams membawa isi, yakni kesaksian bahwa Tuhan Allah berkarya untuk membebaskan umatNya melalui Yesus Kristus. Sebaliknya, perlu dihindari agar Tuhan Allah janganlah dijadikan sebagai alat untuk menerapkan Tata Gereja.
2. Tata Gereja Bukan Untuk Menghakimi
Tata gereja bukan dipergunakan untuk membela, mengadili atau menghakimi anggota-anggota gereja karena melanggar peraturan, tetapi juga Tata Gereja bukan untuk dijadikan sebagai alat untuk tujuan tertentu. Tata gereja adalah mengatur dan menertibkan pelayanan. Pemahaman teologis kita adalah Tuhan Allah sebagai hakim yang agung dan Dialah yang berhak menghakimi umatNya. Jadi Tata gereja bukanlah hakim yang dapat mengatakan benar salahnya seseorang. Karena itu pelaksanaan suatu Tata Gereja kembali pada umat ( manusia) sebagai pelaksananya.
1. Tata Gereja Bersifat Kudus
Mengapa Tata Gereja itu bersifat kudus? Tata gereja disusun dengan pendalaman-pendalaman dan pembahasan-pembahasan secara teologis serta penelaan-penelaan Alkitab yagn khusus. Gereja itu adalah kudus karena di dalamnya bersekutu orang-orang yang dipanggil Allah. Tata gereja disusun dengan pendalaman-pendalaman serta pembahasan-pembahasan keadaan situasi di masanya. Kondisi perubahan sosial menjadi acuan dalam rangka mendengar apa kata Alkitab, kemudian disusunlah formulasi-formulasi menjadi susunan Tata Gereja. Jadi Tata Gereja itu perlu dilaksankan dan ditaati, sebab peraturan-peraturan itu kudus.
I).            Pokok-Pokok Penting Dalam Tata Gereja 2007
Tata Gereja 2007 terdiri dari Tata Dasar dan peraturan-peraturan beserta penjelasannya, yaitu: Peraturan tentang Jemaat; Peraturan tentang Wilayah; Peraturan tentang S mode; (kelompok aturan tentang lingkungan pelayanan); Peraturan tentang Khusus; Peraturan tentang Pekerja Tetap; Peraturan tentang Penggembalaan (Kelompok aturan tentang orang dalam pelayanan); Peraturan tentang Perbendaharaan; Peraturan tentang Pengawasan Perbendaharaan; dan Peraturan tentang Atribut (kelompok aturan tentang saran pelayanan).
Pemahaman tentang Gereja
Alinea pertama peraturan dalam Tata Gereja 1999 memberikan rumusan tentang
gereja, dengan mengungkapkannya sebagai berikut:"    Orang-orang percaya di semua
tempat dan dari segala zaman mengakui dan menghayati adanya suatu gereja yangesa, kudus, am dan rasuli seperti keesaan Allah yaitu Bapa, Anak, Roh kudus; yang adalahperwujudan Tubuh Kristus di dunia ini dan adalah kelanjutan gereja mula-mula. Gereja mengaku Yesus Kristus sebagai Kepala Gereja dengan mendasarkan semua keputusan dan penyelenggaraan panggilanNya pada kehendak dan pemerintahan Yesus Kristus, -serta menampakkan seesaan gereja sebagai syarat mutlah dalam menunaikan tugas-tugas gereja".
(Pembukaan Peraturan Dasar alinea pertama).
Pemahaman ini bersumber dari Alkitab, sekalipun memang di dalam Alkitab tidak ada definisi yang baku tentang gereja. Yang ada hanyalah gambaran atau lukisan atau cite tentang gereja; misalnya lukisan tentang tubuh Kristus. Jadi pemahaman Tata Gereja kita mengenal arti gereja, diambil dan citra yang dominant dalam Alkitab.
Ciri gereja berdasarkan pemahaman ini adalah:
Kristokrasi
Semua keputusan dan penyelenggaraan pelayanan GMIM didasarkan pada hakek at Kristus seperti disaksikan dalam Alkitab.
Partisipasi
Gereja sebagai Tubuh Kristus mempunyai banyak anggota dan masing-masing anggota diberi fungsi (band. I Kor. 12 & 14). Artinya meskipun di dalam gereja berlaku pemerintahan Kristus (Kristokrasi), namun pada pihak lain berlaku juga demokrasi, dalam arti ada pertisipasi umat. Karena itu salah satu dalam penyelenggaraan organisasi-organisasi gereja ialah adanya sifat partisipasi demokrasi.
Universal
Artinya bahwa gereja itu berada di segala waktu dan tempat. Inilah yang mendasari cita-cita gereja oikumene. Dengan kata lain, bagi GMIM, keesaan gereja syarat mutlak. Hubungan universal gereja dilihat dari nama gereja yaitu Gereja Masehi Injili di Minahasa. Kata di menunjukkan pada sifat pengakuan GMIM sebagai gereja yang universal.Ketertiban
Pemahaman ini dihubungkan dengan pemahaman Bait Allah (Efesus 2:21), bangun (Efesus 2:21, 4:12, 16) dan kesatuan suami istri sebagai tanda dari kesatuan Jemaat dan Kristus (Efesus 5:22-23). Hal ini menunjukkan bahwa gereja sebagai tubuh Kristus memerlukan ketertiban.
Pertumbuhan
Sebagai Tubuh maka gereja itu berkembang atau bertumbuh terus menerus (Efesus 2:21 dan Kol. 2:19).
Kesatuan
Mendapat tekanan sebagaimana kesatuan dalam tubuh.
2. Fungsi Gereja
Fungsi gereja dalam Tata Gereja 2007 (Per. Dasar Bab III 7 ayat 2-4) adalah membaharui, membangun dan mempersatukan gereja menyaksikan dan memberikan Injil kepada segala makhluk dan melayani demi keadilan, kedamaian dan keutuhan ciptaan. Untuk dapat melaksanakan tugas di atas, maka Tata Gereja kita memberikan petunjuk tentang perlunya usaha memperlengkapi para anggota serta usaha untuk mengelola semua sumber daya yang ada.

3. Struktur GMIM
Tata gereja tahun 2007 menganut tiga aras pelayanan yaitu jemaat, wilayah dari sinode. Perangkat-perangkat pelayanan GMIM berada di ketiga lingkungan pelayanan tersebut (lihat bagan struktur GMIM). Secara rind struktur organisasi dan mekanisme kerja Badan Pekerja Majelis Jemaat, struktur organisasi dan mekanisme kerja Badan Pekerja Majelis Wilayah, serta struktur organisasi dan mekanisme kerja Badan Pekerja Majelis Sinode (lihat bagan). Di samping itu dalam Tata Gereja 2007 diuraikan juga tentang Struktur Organisasi Pelayanan GMIM.
E.         Bentuk Tata Gereja
Tidak seperti Tata Gereja 1990 yang menjadi dasar bagi peraturan-peraturan di mana peraturan-peraturan adalah penjabaran dari Tata Gereja. Tata Gereja 2007 terdiri dari peraturan dasar mengatur tentang segala hal yang bersifat umum yang dijabarkan pada peraturan­peraturan di mana peraturan-peraturan itu tidak boleh bertentangan dengan peraturan dasar. Peraturan dasar terdiri dari pembukaan yang memuat empat alinea. Alinea pertama tentang ekklesiologi (pemahaman tentang gereja), alinea kedua tentang keberadaaan dan panggilan GMIM di segala waktu dan tempat, ketiga tentang keberadaan GMIM yang berada &lam perjalanan waktu dan sejarah sehingga Tata Gereja juga memungkinkan untuk berada dalam perjalan waktu dan sejarah sehingga Tata Gereja juga memungkinkan untuk berada dalam perjalanan waktu dan sejarah sehingga Tata Gereja juga memungkinkan untuk disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan, serta keempat tentang maksud, fungsi serta arti Tata Gereja bagi GMIM. Penjabaran dari peraturan dasar dalam Tata Gereja 2007 dituangkan ke dalam peraturan-peraturan yang dikelompokkan atas tiga bagian yaitu:
I. Kelompok aturan tentang lingkungan pelayanan terdiri dad peraturan tentang jernaat, peraturan tentang wilayah dan peraturan tentang sinode.
Kelompok aturan orang dalam pelayanan terdiri dari peraturan tentang pelayanan kategorial, peraturan tentang pelayan khusus, peraturan tentang pekerja GMIM, serta peraturan tentang penggembalaan dan disiplin.
Kelompok aturan tentang sarana pelayanan terdiri dari peraturan tentang perbendaharaan, peraturan tentang pengawasan perbendaharaan dan peraturan tentang atribut.
F.            Penutup
Uraian tentang Tata Gereja dalam tulisan ini dititikberatkan pada pemahaman umum tentang perlunya suatu Tata Gereja dalam kehidupan gereja serta sifat-sifat dari suatu Tata Gereja.
Uraian serta pemahaman lebih dalam tentang Tata Gereja GMIM 2007 dapat kita pelajari dalam buku Tata Gereja 2007 yang sudah diedarkan.

I.             Pendahuluan
Pembinaan dan pelayanan remaja adalah bagian integral dari pembinaan manusia secara utuh. Pembinaan dan pelayanan remaja hanyalah merupakan salah satu fase dar pembinaan manusia yang dilaksanakan pada usia tertentu. Fakta ini membawa asumsi bahwa Pembinaan dan pelayanan terhadap remaja akan mudah dilakukan bila pembinaan pada fase( sebelumnya berjalan dengan baik, karena itu pembinaan dan pelayanan terhadap remaja hendaknya dilihat dari dua sudut pandang yakni: "melanjutkan" pembinaan sebelumnya yank sudah berjalan balk atau "membina kembali" mereka yang mengalami kegagalan pada fase pembinaan sebelumnya.
Titik tolak yang paling mendasar dari pembinaan remaja adalah melihat remaja sebagai manusia yang utuh dalam konteks "makro" dalam kesatuan biopsikologis, sosial dan spiritual. Karena itu pembinaan dan pelayanan remaja hanya mungkin dilaksanakan dengan baik jika kita selaku Pembina/pelayan inginkan atau sukai, seperti kesaksian Amsal 22:6 "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka masa tuanya pun is tidak aka! menyimpang dari jalan itu".
Dasar pemikiran di atas pada akhirnya memberikan pemahaman bahwa pembimai dan pelayanan terhadap remaja harus dilakukan secara professional, terencana, terpadu dan berkesinambungan serta terkait dengan berbagai pihak disertai dengan kemauan, keterpanggilan dan pengabdian dan dedikasi yang tinggi terhadap tugas dan panggilannya. Bertolak dari dasar pemikiran tersebut, maka usaha apapun yang kita lakukan, mengharuskan kita untuk menetapkan tujuan dan sasaran yang ingin tercapai. Penetapan tujuan dan sasaran pembinaan baik secara ideal maupun operasional adalah penting karena berkaitan dengan penentuan arah strategi yang akan ditempuh. Sebuah pertanyaan yang perlu dijawab oleh kita selaku Pembina/pelayan adalah: Remaja model bagaimana yang ingin kita ciptakan melalui pembinaan dan pelayanan yang kita lakukan sekarang dan yang akan datang. Pertanyaan tentang model remaja tidak mudah dijawab karena kita akan menjawab menurut parameter yang kita anut. Tanpa melihat parameter tersebut, secara umum remaja yang kita harapkan melalui pembinaan adalah model "Remaja Yesus" sebagaimana disaksikan dalam Lukas 2 : 52 "Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmatnya dan besarnya dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia" yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Remaja yang fisiknya sehat dan bertumbuh serta berkembang baik;
Remaja yang memiliki perkembangan mental dan kematangan emosional serta perkembangan intelektual yang prima;
Remaja yang memiliki pertumbuhan dan perkembangan rohani yang baik sebagai manusia beriman yang taat dan setia kepada Tuhan;
Remaja yang dikasihi Allah dan mengasihi Allah serta sesama manusia dan yang dapat diterima oleh masyarakat dan lingkungannya.
Dari model yang kita harapkan tersebut, diperlukan berbagai strategi pelayanan dan pembinaan yang kemudian direalisasikan dalam bentuk program pelayanan dan pembinaan.
Strategi Pelayanan Dan Pembinaan Remaja
Strategi pelayanan dan pembinaan remaja meliputi beberapa unsurpendekatan yang dipandang sebagai satu kesatuan yang perlu diperhatikan dalam usaha mencapai

tujuan pembinaan remaja. Unsur-unsur tersebut meliputi pengertian dan klasifikasi, prinsip pembinaan, aspek pembinaan kemampuan, materi dan metode pembinaan, tenaga Pembina/fasilitator pembinaan serta sasaran dan tujuan pembinaan remaja.
Unsur-unsur pendekatan tersebut merupakan struktur yang sering tidak "pas" dalam kenyataan. Pola struktur tersebut hanya mungkin "pas" bila semua unsure terkait yakni orang tea, gereja, sekolah dan masyarakat berperan sebagai penghadir Kerajaan Allah yang membawa dan menyatakan ShalomNya. Untuk hal ifli dibutuhkan "kritik diri" pada satu pihak dan tindakan "metanoia" di lain pihak dan para pribadi yang terlibat dan terkait di dalamnya.
Sikap demikian merupakan suatu tantangan yang tidak dapat dielakkan. Sebab tugas itu memang menjadi tanggung jawab semua pihak; tanggung jawab untuk mengantar remaja masa depan yang baik, masa depan bersama Allah.
A.            Pengertian dan Klasifikasi Remaja
Ramplein membagi masa remaja antara 11 — 21 tahun yang dikategorikan sebagai
berikut:
Pm pubertas = 101/2-13 (W); 12 — 14 (P)
Pubertas =13-151/2; 14-16
Krisis Remaja = 151/2-161/2;16-17
Adolosensi = 16'/2-20; 17-21
Powel membagi masa remaja menjadi: "Pre-adoloscence from ten to twelve years; early adolescence from thirteen to sixteen years; and late adolescence from seventeen to twenty one years".
Dr. Singgih D. Gunarsa menentukan masa remaja adalah berumur sekitar 12-22 tahun. Scdangkan Luella Cole menggolongkan masa remaja meliputi tahap awal adolesensi (13-15), pertengahan adolesensi (16-18) dan akhir adolesensi (19-21/22).
1 Pasal 2:3 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan remaja adalah: Remaja GMIM dengan klasifikasi sebagai berikut:
dari segi usia remaja berusia 12-17 tahun;
dari segi aktivitas adalah remaja yang belum mengikuti kegiatan pemuda tapi tidak lagi mengikuti kegiatan anak-anak;
dari segi pendidikan adalah remaja yang duduk di bangku sekolah lanjutan tingkat pertama clan awal sekolah lanjutan tingkat atas.
Untuk sementara ini mereka itu diklasifikasikan antara yang bersekolah dan yang putus sekolah.
13.          Prinsip Pembinaan dan Pelayanan Remaja
Secara sederhana prinsip utama dalam pembinaan dan pelayanan remaja ialah melihat rcmja bukan sekedar obyek untuk dilayani tapi juga melibatkan mereka sebagai subyek dalam pelayanan/pembinaan. Ini berarti bahwa yang harus diperhatikan adalah apa yang mereka butuhkan dan bukan apa yang ktia (Pembina/pelayan) inginkan atau kehendaki.
Olch sebab itu pengembangan pembinaan dalam bentuk CBRA (Cara Bina Remaja Aktif), PBM (Proses Belajar Mengajar), BLB (Belajar sambil Bekerja/LBD), serta trial dan error.
C.            Aspek Pembinaan Kemampuan

Pembinaan kemampuan kognitif (memahami, memecahkan masalah, dan membu: klasifikasi).
Pembinaan kemampuan konatif (tegar dalam menghadapi kesulitan dan tantangan hidup).
Pembinaan kemampuan afektif (membangkitkan minat, motivasi, membentuk sikap da menanamkan nilai-nilai etika).
Pembinaan kemampuan psikomotarik (melatih kelincahan berbicara).
D.            Materi dan Metode Pembinaan
Materi pembinaan akan meliputi: dogma agama, pengetahuan umum Alkitabial gerakan oikumenis, sejarah gereja dan lain-lain (aspek spiritual); sedangkan dari aspek pribadi materinya akan terdiri dari: pengembangan minat dan bakat, pacaran, seksualitas, balmy narkoba, kenakalan, identitas kepribadian dan lain-lain yang berhubungan dengan kediriai Yang berhubungan dengan lingkungan dan kemasyarakatan materinya antara fail pengembangan ketrampilan dan ilmu pengetahuan serta teknologi, ipoleksosbud. Untuk menyampaikan materi-materi tersebut dapat menggunakan berbagai metode sesuai dengan dan sasaran mated yang disampaikan. Metode-metode tersebut dapat berupa: ceramah, diskus PA, Khotbah, PPA, BC, rekreasi dan lain-lain.
E.            Wadah Pembinaan
Wadah pembinaan yang dipandang inti adalah:
Keluarga: Keluarga adalah inti dari persekutuan tubuh Kristus (gereja) sehingg, menempatkannya sebagai tempat yang pertama dan yang utama untuk membentuk pribad remaja. Sebagai wadah utama dan pertama, keluarga hams mencerminkan suatu kesatuan yang utuh. Setiap anggota kelurga harus dapat memahami tujuan dan rencana keluarga bahkan harus dapat saling membantu dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi.
Gereja :Gereja adalah perkumpulan/persekutuan orang percaya yang diikat oleh institus dan tata aturannya. Gereja bertanggung jawab untuk mempersiapkan warganya dari seam aspek pelayanan ke dalam dan ke luar. Gereja menjadi tempat untuk mengajar, melatil warga jemaat untuk dapat membedakan yang benar dan salah secara tegas dan jelas.
Sekolah :Pembinaan remaja tidak dapat dipisahkan dari pembinaan yang dilakukai melalui lembaga pendidikan formal yang dilalui remaja. Sehingga pembinaan remaja merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari semua wadah terutama lembaga pendidikan/persekolahan.
Masyrakat/Lingkungan :Salah satu wadah yang peranannya sangat kuat dalam prose: pembinaan remaja adalah lembaga-lembaga yang ada dalam masyarakat. Apakah itu yank
berhubungan dengan ekstra      kurikuler ataupun melalui berbagai organises
kemasyarakatan yang dapat menampung para remaja untuk bereaksi dan mengembangkan bakatnya.
F.            Tenaga Pembina
Kompleksnya masalah dalam pembinaan mengharuskan kita menggumuli siapa-siap yang menjadi tenaga pembinaan remaja.Secara makro pembinaan terhadap remaja meliputi tahap yakni pembinaan primer, sekunder, dan tersier.Menempatkan orang tua (ayah& ibu sebagai Pembina pertama dan utama.Pembinaan sekunder di samping menjadi tanggung jawat orang tua juga personil-personil yang berhubungan dengan pembinaan. Mereka itu misalny: para Pendeta, guru agama, penatua, syamas dan pelayan kompelka. Sedangkan pembinaantersier lebih memerlukan keahlian khusus dan terlatih, yaitu para psikolog, sosiolog, kriminolog dan psikiater dan lain-lain. Dengan demikian, maka secara umum tenaga Pembina akan terdiri dari orang tua, pelayan gereja dan masyarakat serta orang dewasa lainnya yang mempunyai keahlian khusus dalam bidang pembinaan remaja. Hal-hal yang perlu diperhatikan secara k husus oleh tenaga Pembina adalah:
I. Pribadi Pembina (kualitas)
2. Kemajuan teknologi (tantangan dan ancaman) ; . Pola pembinaan (yang kurang terarah)
Pengetahuan dan ketrampilan (terbatas)
Kebiasaan dan budaya, dalam masyarakat (kuat berpengaruh)
Profesionalisme (yang kurang dimiliki)
Poleksosbud
(:.            Sasaran dan Tujuan Pembinaan Remaja
Sebagaimana telah diuraikan pada bagian pendahuluan tentang model remaja yang diharapkan, maka secara sederhana tapi konkrit sasaran yang hendak dicapai adalah menjadikan remaja sehat fisik; berhikmat (memiliki dan mengusai IPTEK); beriman(taat dan setia pada Tuhan), memiliki hubungan baik dengan Tuhan, mengasihi dan dapat diterima oleh scsama (memiliki hubungan baik dengan sesama manusia) serta giat belajar dan bekerja (kesaksian dan pelayanan).




MENGENAL REMAJA SUATU TINJAUAN BIO PSIKOSOSIAL
I.             Pembahasan
Pembahasan ini coba mempersoalkan kehidupan remaja dari tiga segi. Pertama, mengenal remaja dalam perkembangan fisik —biologis. Kedua, Mengenal remaja dalam perkembangan kejiwaannya (phisikis). Ketiga, mengenal remaja dalam perkembangan sosialnya.
Kehidupan remaja ditandai dengan berbagai krisis. Dalam nama krisis tersebut merupakan perwujudan normal dari upaya penemuan identitas diri. Perubaha-perubahan yang terjadi sebagai akibat dan pertumbuhan dan perkembangan fisik-biologis, phisikis dan sosia I menyebabkan terjadinya bebagai gejolak. Gejolak-gejolak itulah disebut masa krisis di kalangan remaja.
Potensi remaja yang sangat besar baik dari segi kuantitas maupun kualitas merupakan asset yang besar dalam pembangunan, namun bisa juga menjadi kendala apabila salah arah.
II.            Ciri Khas Pertumbuhan Dan Perkembangan Remaja
Aspek Fisik Biologi
-              Pertumbuhan bagian-bagian tubuh/otot yang sangat cepat. Ketidakseimbangan
pertumbhan bagian tubuh/otot sering membawa dampak negatif dalam sifat/tingkah laku remaja.
Pertumbuhan kelenjar sex sangat menonjol bahkan mencapai puncaknya. Baik sex primer (alat kelamin) maupun sex sekunder (payudara, kumis, rambut ketiak dan lain-lain).
Pertumbuhan tubuh langsung membedakan pria dan wanita. Pria lebih kuat, kekar dan berotot dibanding lemah dan halus.
Aspek Phisikis (Kejiwaan)
Perkembangan Emosi; Belum stabil dimana bentuk-bentuk emosi yang khas antara lain: cepat marah, malu, takut, cemas, cemburu, iri hati, sedih, gembira, lemah lembut terjadi sesuai sikon saat ini. Hari ini senang besok marah. Hari ini kasar besok lemah lembut.
Perkembangan intelek; Berkaitan erat dengan pertumbuhan fisik-biologis bagian kepala. Memang, dalam proses pertumbuhan dan perkembangan manusia, bagian kepala (otak) yang pertama terbentuk Pada masa remaja, perkembangan daya nalar(kemapuan berpikir) mencapai puncaknya. Itulah sebabnya para remaja bersikap sangat peka dan sangat kritis terhadap lingkungannya. Ayah dan ibupun menjadi sasaran kritik para remaja. " Orang tua kolot, orang tua yang tidak tahu perkembangan" sering terdengar dikalangan remaja. Masa remaja merupakan masa yang paling tepat untuk belajar. Masa remaja yang tidak diisi dengan belajar sama halnya dengan menutup kemungkinan belajar seumur hidup.
Perkembangan Harga Diri; Remaja sudah merasa dan mampu berdiri sendiri. Ia menginginkan pengakuan dan penghargaan sepenuhnya oleh orang lain.
Perkembangan Budaya; remaja senantiasa menjadi pelopor dan tak terpisahkan dengan sendi dan budaya sekitarnya. Perasaan indah, menarik dan unik selalumenjadi bagian kehidupannya. Perasaan estetika(keindahan) sangat menonjol pada remaja.
Aspek Sosial
Manusia adalah mahlcluk sosial (homo sapiens). Dan berbagai penelitian dan pengalaman, dibuktikan bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri.
Kecenderungan mengelompok dikalangan remaja sangat kuat. Bermula dengan kelompok homogen (sejenis) kemudia berkembang kepada kelompok heterogen (pria dan wanita). Pria mulai tertarik pada wanita yang menarik perhatian. Demikian sebaliknya, remaja putri mulai tertarik dengan remaja putra. Pendek kata, keinginan untuk saling dikunjungi dan mengunjungi merupakan ciri khas remaja.
Keinginan mengelompokkan dikalangan remaja tidak hanya pada kelompok­kelompok kecil. Namun keinginan untuk berada dalam kelompok besar bersifat masal sangat kuat.
III.           Kebutuhan Remaja
I . Pemenuhan kebutuhan fisik-biologis Pemberian/penyediaan gizi yang cukup
Waktu istirahat yang cukup
Penyediaan sarana/ prasarana berbagai kegiatan olahraga
2. Pemenuhan kebutuhan phisikis (kejiwaan) Perhatian dan kasih sayang yang cukup Pengakuan dan penghargaan orang lain
Lingkungan keluarga yang baik dan utuh Lingkungan teman sebaya yang baik Kesempatan study/belajar yang seluas-luasnya
Tokoh-tokoh/figur yang bisa menjadi pola anutan
Para pemimpin/Pembina remaja yang dipersiapkan
Petunjuk-petujuk yang baik, yang secara rational diterima untuk mengembangkan kehidupan remaja.
Berbagai sarana/prasarana tempat penyaluran berbagai minat dan bakat di bidang seni dan budaya.
Pemenuhan kebutuhan sosial
Lingkungan teman dan keluarga yang baik Berbagai organisasi remaja
Sistem kehidupan bermasyarakat,           berbangsa dan bernegara yang mampu
menumbuhkan dinamika dan kreatifitas remaja.









MENGENAL PELAYANAN DAN PEMBINAAN REMAJA DILIHAT DARI
PANDANGAN ALKITAB
Menjadi Tenaga Pembina Remaja (TPR), berarti menjadi organisator dan gembala. Sebagai organisator, TPR di harapkan mampu menyusun perencanaan untuk pelayanan dan pembinaan remaja. Sedangkan sebagai gembala, berarti TPR mampu melakukan pelayanaan penggembalaan kepada para remaja. Baik sebagai organisator maupun gembala menurut pengenalan akan remaja, baik dan segi psikologis maupun alkitab. Berikut ini akan disajikan sedikit pengenalan akan Remaja dalam latar belakang berita Alkitab, serta beberapa kemungkinan yang dapat dilakukan oleh organisator untuk melaksanakan pelayanan remaja.
Tetapi sebelum membicarakan lebih jauh, perlu ditegaskan disisni bahwa dalam rangka menyususn program pelayanan remaja, ada dua kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu Pelayanan dan Pembinaan. Memang ada perbedaan antara kedua istilah ini. Pembinaan lebih melihat remaja sebagai objek, sedangkan pelayanan lebih melihat remaja sebagai subjek. Tetapi tidak memisahkan kedua istilah itu. Sebab bisa saja terjadi pelayanan oleh remaja kepada orang lain sekaligus merupakan pembinaan bagi remaja itu sendiri. Sedangkan pembinaan kepada remaja berbentuk pelayanan langsung oleh remaja atau pelayanan tak langsung dalam rangka mempersiapkan remaja untuk melayani di masa depan.
L            Tipe Ideal Remaja GMIM
" Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-nya dan besarnya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia (Lukas 2:52)".
Kutipan nas ini, adalah tipe ideal dari seorang remaja Kristen. Karena itu setiap program pembinaan dan pelayanan remaja GMIM hendaknya mengacu pada tipe ideal tersebut. Ada 4 dimensi pelayanan dan pembinaan remaja menurut nas yang dikutip diatas. Keempat dimensi tersebut adalah fisik(besarnya), kemampuan intelektual dan kebijaksanaan (hikmat), sesama manusia (makin dikasihi oleh manusia). Pemenuhan akan keempat dimensi itu akan menghasilkan suatau pembinaan dan pelayanan remaja yang utuh.
Remaja yang berfisik kuat, tegap, dan tampan atau cantik belum cukup, jika ternyata bogo-bogo, kafir dan asosial. Mungkin kita berhasil membina remaja yang berfisik baik dan berhikmat, tetapi jika tidak mengenal Tuhan, maka dia akan menjadi remaja yang atheis dan asosial. Atau kita berhasil membina remaja yang saleh dan twat beribadah, berfisik kuat dan pintar, tetapi tidak mengasihi dan dikasihi sesama manusia; maka kita akan melahirkan remaja tanaman hias yang cantik/tampan dan saleh tapi tidak berbuah bagi sesama manusia.
II. Pembinaan Dan Pelayanan Remaja
Yang Berdimensi Empat
Persoalan sekarang adalah bagaimana menerjemahkan pembinaan dan pelayanan remaja yang utuh itu? Disini hanya akan memberikan pokok-pokok saja, tidak berupa suatu usul program yang terinci. Program pembinaan dan pelayanan fisik dapat berupa hal-hal yang menyangkut pemahaman dan aksi seputar soal kesehatan, seksualitas, keseniaan, olah raga dan lainnya. Namun hal-hal yang disebutkan itu boleh menyentuh dimensi lain dari pembinaan dan pelayanan remaja seperti dimensi sosial(mengasihi sesama) dan ketahanan (mengasihi Allah) , bahkan juga sudah berbicara tentang dimensi hikmat.
Bagaimana hal itu boleh jadi ? Contoh: masalah seksualitas bukan saja menyangkut personal fisik, tetapi menyangkut hikmat bagaimana mengambil keputusan tentang masalah nu. Hal itu juga menyangkut dimensi sosial, yaitu bagaimana kita tidak menyalahgunakan seksualitas itu sehingga merugikan kehidupan orang lain. Dan yang terutama menyangkut dimensi iman yankni bagaimana kita mempertanggung-jawabkan kehidupan kita kepada Tuhan
Allah Sang Pencipta.       .
Apa kongkritisasi dari dimensi hikmat? Yaitu program-program pelayanan dan atau
pembinaan yang dapat menolong remaja untuk tahu mengambil keputusan atau menentukan pilihan yang tepat terhadap masalah-masalah yang dihadapinya setiap hari maupun terhadap masalah yang menyangkut masa depannya(jodoh, pekerjaan dan sebagainya), yang pinter atau cerdas dan trampil dalam melakukan pekerjaan apa saja. Tegasnya pembinaan keterampilan dan kecerdasan serta penambahan pengetahuan, yang dibarengi dengan sikap etik(tahu memutuskan dan memilih mana yang baik dan mana yang tidak baik). Tentu saja semua itu harus dilihat dalam terang iman (relasi dengan Tuhan).
Dimensi iman (makin dikasihi Allah) menunjukan pada pemahaman, penghayatan,
i mannya kepada Tuhan Allah. Kegiatan-kegiatan ibadah dengan penelaahan Alkitab, menurut saya amat penting dalam rangka dimensi ini. Kita dapat melakukannya dengan pelbagai cam selain ibadah yang tradisional itu, seperti penelaahan alkitab dengan metode karakter dan metode kolase, ibadah reflektif dimana para remaja mencoba menghubungkan (misalnya) kcindahan alam dengan pekerjaan Tuhan Allah, dan sebagainya. Namun perlu juga dicatat disini bahwa kegiatan-kegiatan lain yang dilakukan (entah itu menyangkut dimensi fisik, hikmat dan sosial) dapat dijadikan sebagai ibadah reflektif. Misalnya dengan mendiskusikan bersama remaja. Apa atau mengapa kegiatan-kegiatan tersebut kita lakukan? Apa hubungannya dengan iman kita? Apa kata Alkitab tentang kegiatan itu? Memang tidak mudah untuk melakukannya, apalagi untuk mereka yang tidak berpendidikan teologi formal. Untuk keluar dari kesulitan ini, maka kita dapat meminta bantuan tenaga-tenaga pendeta yang bertugas disckolah, atau pendeta-pendeta jemaat setempat, atau menuntut dan Komisi Sinode untuk mengisi kekurangan ini dengan cara apa saja yang mereka bisa lakukan.
Dimensi sosial(dikasihi sesama) dapat diterapkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan
yang merupakan sumbangsih remaja bagi masyarakat sekitarnya. Perhatian kepada masalah
I ingkungan hidup, menolong para cacat sumbing, menunjukan simpati dan solidaritas terhadap mereka yang miskin, mengunjungi teman-teman remaja atau siapa saja yang sakit atau terpenjara, adalah contoh-contoh dan kegiatan berdimensi sosial, tetapi dengan menumbuhkan kepekaan sosial saja sudah merupakan suatu kemajuan besar.
Memeperhatikan uraian diatas maka kita bisa ditarik kesimpulan bahwa adalah tidak
muugkin kita bisa memenuhi kebutuhan pelayanan remaja yang utuh jika mereka hanya diajak bersantai-santai di luar ruang ibadah. Keduanya harus berlangsung berimbang. Kegiatan diluar kelas hams berimbang dengan kegiatan di dalam kelas. Kegiatan otak harus berimbang dengan kegiatan fisik. Kegiatan jasmani hams berimbang dengan kegiatan rohaniah.

BENTUK-BENTUK PELAYANAN REMAJA
I.                       Pendahuluan
Pertanyaan yang muncul dan menuntut jawaban saat ini ialah: Apakah yang mendasari dan menjadi tujuan pelayanan remaja? Apa yang hendak dicapai dalam pelayanan remaja yang selama ini dilaksanakan dan hendak dibawa ke mana remaja kita?
Memang sampai saat ini jawabannya belum jelas, dalam hal ini tergambar dalam pelayanan remaja yang tidak terencana dengan baik, tidak terarah, baik bentuk isi dan pelayanannya Dalam hal ini para Pembina Remaja mempunyai peran yang sangat menentukan. Pembina Remaja selain hams mengusai berbagai ketrampilan melayani remaja juga harus memahami siapa dan bagaiman remaja itu serta bentuk-bentuk pelayanan dan isi pelayanan yang dapa membawa remaja pada tujuan yang hendak dicapai.
Tulisan berikut ini berisi beberapa bahasan tentang dasar, tujuan serta bentuk-bentuk pelayanan remaja yang sangat penting untuk diketahui dan dikuasai oleh para Pembina Remaja untul memberi arah dan bentuk pelayanan bagi remaja.
II.                                           Dasar dan Tujuan Pelayanan Remaja
1.     Dasar Pelayanan Remaja: Pelayanan remaja adalah bagian integral dari pelayanan gereja. Gereja dipanggil Kristus untuk melayani dunia karena is sendiri telat menerima pelayanan kristus. Pelayanan kristus adalah merupakan pelayanar penggenapan rencana karya penyelamatan Allah melalui kelahiran, kematian dan kebangkitanNya. Dengan kata lain Kristus sudah diutus ke dunia oleh Allah Bapa dalam tugas penyelamatan manusia. Adalah panggilan kepada gereja sebagai pengikut kristus untuk berpartisipasi aktif dalam misi kristus itu. Panggilan kepada gerej sebagai anggota gereja. Semuanya kita kenal melalui Alkitab yang menyaksikannya karena itu yang mendasari pelayanan terhadap Alkitab.
2.     Tuhan Pelayanan Remaja: Tujuan umum pelayanan adalah meningkatkan hidup beriman dengan berperan serta dalam karya penyelamatan Allah yang digenapkar dalam misi Yesus Kristus ke dalam dunia serta mewujudnyatakan hidup beriman itu dalam hidup bersaksi, bersekutu, melayani sesuai amanat Yesus Kristus seperti yang disaksikan oleh Alkitab. Tujuan khusus pelayanan remaja :
a.          Menghayati hidup baru dalam kristus dan memiliki serta meningkatkan kesadaran bergereja.
b.          Mampu tampil dan berperan di tengah masyarakat untuk menciptakah masyarakat yang bertanggung-jawab sesuai kehendak Yesus Kristus Kepala. Gereja dan Tuhan Dunia.
c.          Menyatakan serta menyaksikan Kasih Kristus dalam perkataan dan perbuatah terhadap sesama manusia dan lingkungan hidup.
d.          Mampu dan berani mengambil keputusan etis dalam pelaksanaan tindakan-tindakan pribadi maupun bersama-sama sesuai Injil Kristus di tengah keluarga, masyarakat dan lingkungan hidup.
Berangkat dan dasar dan tujuan inilah semua kegiatan pelayanan kepada remaja itu direncanakan, disusun dan diarahkan. Bentuk dan isi pelayanan remaja agar direncanakan sedemikian rupa sehingga semua unsur pelayanan remaja diarahkan kepada tujuan yang hendak dicapai. Memang dibutuhkan kejelian dan para pembina untuk senantiasamengevaluasi setiap kegiatan pelayanan yang diberikan kepada remaja, apakah pelayanan itu dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
III.        Bentuk- bentuk Pelayanan Remaja
I. Bentuk lama pelayanan remaja
Bentuk ini ditandai dengan bentuk pelayanan yang konvensional yang merupakan duplikasi bentuk pelayanan ibadah jemaat dan kolom. Bentuk ini barangkali hanya berupa pelayanan yang menolong seperti renungan, hanya searah. Disana sini memang ada selingan PA atau bentuk lain tetapi pada umumnya bentuk yang dipraktekkan adalah searah. Bentuk seperti ini bisa menimbulkan kebosanan dan lama kelamaan minat remaja untuk menghadiri persekutuan ibadah remaja akan berkurang atau mungkin akan hilang sama sekali.
Bentuk ini kurang dapat menumbuhkan iman remaja serta kurang dapat menimbulkan sikap kritis dan responsive yang sebenarnya sangat diharapkan dari menimbulkan sikap kritis dan responsive yang sebenarnya sangat diharapkan dari remaja Tetapi dalam kenyataan bentuk ini yang paling banyak dijumpai dalam pelayanan bahkan dianggap mudah untuk mempersiapkannya ataupun mungkin tanpa persiapan sama sekali.
2. Bentuk baru pelayanan remaja
Bagaimana seharusnya bentuk pelayanan remaja dilaksanakan? Ada dua syarat penting untuk menentukan bentuk yang digunakan dalam remaja. Kedua syarat ini adalah bentuk pelayanan remaja yang di dasarkan pada minat dan kebutuhan remaja. Disesuaikan dengan minat artinya pola atau bentuk pelayanan remaja menyesuaikan dengan sikap dan prilaku serta keinginan atau kesukaan para remaja, sedangkan didasarkan pada kebutuhan yaitu berikut ini hendaknya dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan secara biologis, psikologis dan sosial para remaja. Untuk dapat memenuhi kebutuhan kedua syarat tersebut perlu dikembangkan bentuk yang bervariasi yang dapat menarik minat dan kebutuhan remaja dan yang tidak menimbulkan kebosanan namun tetap terjaga isi materi yang diberikan agar tujuan yang diharapkan tercapai.
Beberapa contoh variasi bentuk pelayanan yang dapat dilaksanakan:
n Monolog: Bentuk ini yang paling banyak dipraktekkan dalam pelayanan remaja.
Hanya seorang yang berbicara dan sisanya adalah pendengar. Pendengar hanya menerima saja apa yang disampaikan oleh pembicara. Benar atau salah semuanya hanya mengaminkannya saja. Bagi remaja bentuk ini menumbuhkan sifat pasif dan mungkin lama kelamaan akan menjurus kepada sikap apatis. Bentuk ini tidak menumbuhkan sikap aktif dan kreatif yang biasanya selalu ada dalam jiwa remaja. Bentuk ini kurang berpengaruh dalam pertumbuhan iman remaja bahkan dapat memperkecil minat remaja untuk hadir dalam ibadah remaja. Bentuk ini sedapat mungkin dikurangi dan bila perlu ditinggalkan.
n Dialog: Bentuk ini lebih baik daripada monolog, karena mengikutsertakan peserta
ibadah, dan tidak hanya monopoli oleh pemimpin saja. Bentuk ini membutuhkan kesiapan pembina baik pengetahuan ataupun ketrampilan. Bila bentuk ini digunakan dalam pelayanan remaja hendaknya pembina yang akan memimpin pertemuan ini mempersiapkan diri sebaik-baiknya, bila tidak bentuk ini tidak akan mencapai tujuan, malahan mungkin sekali tidak akan disenangi oleh remaja. Contoh bentuk ini seperti: PA, Ceramah, atau diskusi topik tertentu.
n Partisipatif: Bentuk ini menuntut partisipati aktif dari semua peserta pertemua4 pembina disini cukup bertindak sebagai fasilitator atau moderator saja. Bentuk inipu menuntut persiapan yang sebaik-baiknya karena walaupun pembina hanya bertinda sebagai fasilitator atau moderator saja, tetapi pembina harus tetap menjaga arah percakapan atau permainan serta jeli untuk mengikuti arah percakapan atau permainan yang tengah dipermainkan oleh para remaja sebagai peserta pertemuan, pembina jug dituntut untuk sanggup menarik kesimpulan dari percakapan/permainan yang dipraktekkan dalam pelayanan remaja. Contoh: PPA, PA, CCA, Penugasan, Rekreasi: Alkitab.
Simulatif:  Sesuatu bahan baik dalam Alkitab ataupun dari luar Alkitab dimainka dalam bentuk sandiwara singkat yang diperankan oleh remaja. Bentuk ini memang menuntut persiapan dan latihan yang cukup dari remaja tetapi dapat juga dimainkan secara spontan.Materi simulatif dipilih sedemikian rupa sehingga para pemeran dap: menghayati isi lakon yang diperankan. Sama halnya dengan bentuk yang lain bentu inipun memerlukan persiapan yang matang dari para pembina agar permainan peran ini dapat dihayati dan mencapai tujuan yang diharapkan. Dengan singkat disimpulkan bahwa pelayanan remaja sekarang ini kurang memperhitungkan minat dan kebutuhan kehidupan remaja serta masalah disekitarnya atau kalau toh ada sering hanya disinggung sepintas lalu, tidak terlalu mendasar. Uraian bentuk-bentuk yang berorientasi pada minat dan kebutuhan remaja diharapkan dapat dikuasai dan data4 pelaksanaannya dapat menarik minat serta sesuai kebutuhan mereka sehingg pelayanan remaja diharapkan tidak membosankan, akan tetap menarik serta terarah dan terencana dengan baik dalam pencapaian tujuan pelayanan melalui kehadiran seluruh remaja pada setiap acara pertemuan/ibadah remaja.

METODE-METODE PENELAAHAN ALKITAB
I.            Metode
Metode sebenamya berasal dari bahasa asing; meta dan hodos (meta = sesudah, hodos = jalan). Seringkali orang mengartikan metode sebagai jalan atau cara arti ditempuh untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dan pengertian metode secara harafiah kita pahami bahwa didalamnya terpadat prinsip "berjalan bersama". Metode bermaksud membantu supaya pemimpin yang dipimpin, pelayan yang dilayani: dapat berjalan bersama-sama ke tujuan yang telah ditetapkan. Jadi, metode yang baik adalah metode yang menjamin segi kebersamaan antara dua pihak, yakni pihak pemimpin dan yang dipimpin; pihak pelayan yang dilayani.
IL          Penelaan Alkitab dan Manfaat Metode
Penelaan Alkitab mempunyai ciri-ciri yang lebih luas kalau mau dibandingkan dengan khotbah atau renungan. Melalui PA kita bisa memahami langsung antara Finnan Tuhan dengan kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain pengetahuan Alkitab itu bisa berpengaruh atas hidup kita di tengah-tengah dunia ini. Kalau begitu, metode penelaan Alkitab harus dipakai untuk menolong mereka yang menelaah Alkitab mampu menghubungkan mengetahuan Alkitab dengan kehidupan sehari-hari.
I II.       Persiapan dan Perlangkapan
Penelaan Alkitab dapat dilakukan dengan baik secara pribadi maupun dalam kclompok. Dimanapun PA itu mau dilakukan, yang dituntut adalah kesungguhan yang ditandai olch adanya perlengkapan dan persiapan diri
I. Kdpahamisini kita mau menelaah Alkitab, sifatnya yang sama dengan kita mau mendengarkan Sabda Allah Makanya mutlak diperlukan kerendahan hati yang dilandasi oleh kedengar-dengaran kita kepada Allah.
2.          Pikiran Allah tidak sama dengan pikiran manusia. Begitu juga denganinnnan Allah sulit dipahami dengan mengandalkan akal manusia yang meskipun ada pada hakekatnya adalah karunia Tuhan Allah juga, namun sudah dipengaruhi oleh dosa. Karena untuk memahami Alkitab sebaiknya kita berserah pada pimpinan Allah melalui Roh Kudus.
3.          Menelaah Alkitab menuntut ketelitian.
4.          Karena PA menyangkut juga pengetahuan Alkitab, diperlukan juga buku-buku pelengkap selain Alkitab seperti, buku tafsiran, peta Alkidisebelahtapan harian, alat tulis menulis, dsb.
5.          Kalau PA mau dilakukan dalam kelompok, posisi duduk semua peserta usahakan untuk dapat melihat satu dengan yang lainnya.
IV.         Alasan Pemilihan Metode
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk memilih metode:
I. Bentuk sastra dari bagian yang hendak ditelaah
2.          Dimana PA mau dilaksanakan, secara pribadi atau kelompok
3.          Besar kecilnya kelompok
Tingkat kesulitan perikop
V.          Metode-Metode Penelaan Alkitab
1. Metode Sistimatik: Metode inilah yang sekarang sedang diperkembangkan oleh GMIh melalui menjabarkan trilogi pembangunan jemaat. Metode ini cocok dengan semua bentul sastra. Langkah-langkah metode ini adalah sebagai beriku:
a.       Apakah garis besar isi atau pokok pikiran yang terkandung dalam bagian Alkitab?
b.       Situasi apakah kiranya yang menjadi latar belakangPemimpinskah itu?
c.        Apakah kehendak, rencana dan tindakan Allah menurut naskah itu?
d.       Apakah anti naskah itu bagi kita sekarang ini?
2. Metode Swedia: Disebut metode Swedia karma metode ini dikembangkan oleh gereja gereja di Swedia. Metode ini baik untuk penelaan Alkitab secara pribadi, sebab lebil terpusat pada kegiatan pribadi, yaitu memberi tanda-tanda pada ayat-ayat yang dibaca sebagai berikut:
a.       Satu lilin untuk tiap ayat yang pengertiannya sangat baru bagi anda.
b.       Dua lilin utnuk ayat pilihan yang memberi kesan mendalam.
c.        Tanda pariah untuk ayat yang berkesan dalam pengalaman hidup anda.
d.       Tanda tanya untuk ayat yang kurang atau tidak jelas artinya bagi anda. Kalau toh metode ini mau digunakan dalam kelompok, dianjurkan supaya;
kelompoknya kecil saja, yakni sekitar 3 sampai 5 orang. Setelah selesai masing-masing pesert: memberi tanda, pemimpin PA memberikan kesempakelompokda semua peserta untuk tuka menukar infonnasi mengenai ayat-ayat yang diberi tandolehrutama sekali ayat yang diberi tanda tanya perlu diusahakan supaya satu sama lain saling Bantu menjelaskan. Mereka yang memberi tanda tanya, mendengarkan dari mereka yang tidak memberi tanda atau yang member tanda lain dari tanda tanya.
3. Metode Sunyi: Dikatakan sunyi sebab metode ini dilaksanakan sambil lebih banyal
berdiam didipahamida berbicara. Sangat bagus untuk kelompok kecil. Pelaksanaannya sebagai berikut:
a.       Setelah membaca bagian Alkitab, pemimpin PA menjelaskan latar belakang situas dari Alkitab yang dibaca itu.
b.       Peserta memberikan catatan atas bagian Alkitab yang dibacanya.
c.        Catatan ini berupa salah satu atau beberapa hal yang menyangkut:
·       Pertanyaan atas bagian yang tidak dimengerti
·       Kesan yang didapat dari bagian Alkitab tersebut sehubungan dengan kenyataa hidup setiap hari, baik pribadi, keluarga, jemaat maupun masyarakat.
·       Pertanyaan-pertanyaan syukur, keluhan, protes dan sebagainya yang ada; hubungannya dengan pesan alkitab tersebut.
d.       Selesai menulis, catatan masing-masing disodorkan kepada teman yang ada disebela I kanan.
e.        Pemimpin PA memberikan kesempatan kepada anggota-anggota kelompok untuk membacakan isi dari catatan masing-masing.
4. Metode PA: Metode ini dikembangkan oleh Persekutuan Pembaca Alkitab yang menerbitkan buku Santapan Harian. Langkah-langkah metode ini sebagai berikut:
a.       Membaca perikop
b.       Mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
·       Ada yaGMIMikatakan Allah?
Adakah pedoman/teladan bagi kita?

·       Apakah dosa yang harus dihindari?
·       Apa janji yang dikemukakan dalam bagian Alkitab ini?
·       Apa peringatan yang diberikan oleh bagian Alkitab ini?
c. Selesai mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan tersebut, pemimpin membacakan uraian-uraian singkat yang telah dipersiapkan lebih dulu.
Metode Kuliah: Metode ini terutama digunakan untuk membahas suatu pokok/bagian
Alkitab yang sulit dimengerti. Pemimpinnya adalah seorang yang ahli. Supaya is dapat
memberikan penjelasan yang mendalam. Caranya memang mudah, yaitu pembicara menceramahkan uraiannya, kemudian peserta diberikan kesempatan untuk mengutarakan pendapat atau pertanyaannya.Bisa dalam kelompok, bahan disini dia tidak berkhotbah.
6. Metode Kolase: Peserta dibagi-bagi dalam beberapa kelompok kecil. Kepada masing­masing kelompok diberikan satu perikop yang berbeda.Lalu peserta diminta untuk inembaca dengan teliti perikop yang telah diberikan kepada merekan. Sesudah masing-masing kelompok diberi tugas untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
a.     Mengungkapkan pengertiannya tentang bagian Alkitab yang dibaca dalam bentuk guntingan-guntingan gambar majalah atau surat kabar. Guntingan-guntingan itu
disusun begitu rupa, menurut urutan pengertian mereka atas bagian Alkitab yang dibaca. Sudah tentu disini diperlukan kertas besar, majalah, surta kabar bekas dalam jumlah yang sebanyak mungkin, lem gunting atau silet.
b.     Kalau kelompok sudah selesai membuat kolasenya, salah seorang dan wakil kelompok memberikan penjelasan kepada pleno mengenai isi kolase kelompok.
c.     Pemimpin memberikan kesimpulan berdasarkan laporan kelompok-kelompok.
Metode Topik/Tema: Metode ini tidak didasarkan pada pasal atau bagian Alkitab tertentu.
Melainkan tema atau topik tertentu yang terdapat di dalam Alkitab.Yang repot disini
adalah pemimpin harus menyediakan konkordansi Alkitab untuk membantu peserta agar dengan cepat, menemukan bagian-bagian Alkitab yang berbicara tentang topik yang dipilih untuk dibahas. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
a.     Peserta dibagi dalam kelompok-kelompok dan ditugaskan untuk mencari bagian Alkitab yang berbicara tentang topik yang ditetapkan.
b.     Kelompok merumuskan secara padat akan arti dari bagian-bagian Alkitab tersebut.
c.     Pemimpin mendaftarkan semua rumusan tersebut dipapan tulis atau kertas besar, kemudian menarik kesimpulan.
Metode Karakter: Metode ini dipakai juga bagian Alkitab. Yang hendak ditelaah adalah bagian Alkitab yang berbicara tentang tokoh tertentu dalam Alkitab. Karakter dari tokoh itu direnungkan bersama dengan bantuan pertanyaan-pertanyaan berikut:
a.     Bagaimana dia bertemu dengan Tuhan, pada situasi dan pada saat mana?
b.     Mengapa dan untuk apa dia dipanggil oleh Tuhan?
c.     Apa saja yang sepatutnya anda teladani dari cara hidupnya?
d.     Apa yang sepatutnya anda hindari dari cara hidupnya?
). Metode Bermain Peran (role play): Kita memilih satu bagian Alkitab lalu kita meminta satu kelompok untuk memahaminya. Kemudian mereka atau kelompok tersebut coba memerankan bagian Alkitab yang mereka telaah itu.Metode ini dapat digunakan untuk menelaah beberapa perikop Alkitab sekaligus.Tentu saja tidak semua perikop Alkitab bisa diteaah dengan metode ini.Bentuk Sastra serta lebih cocok untuk ditelaah dengan metode ini.
VI. Sikap Pemimpin PA
1.          Ingatkan din anda bahwa anda tidak menggurui, melainkan sama-sama sedang belajar Alkitab dengan anggota kelompok PA.
2.          Usahakan agar semua anggota mendapat kesempatan berbicara.
3.          Dalam menark kesimpulan, jangan anda terjebak pada kecenderungan untuk mengatakan bahwa pendapat ini benar dan itu salah.
4.          Kalau ada yang mengutarakan hal-hal yang melenceng dan pembicaraan, janganlah mencelanya dengarlah pendapat-pendapat yang melenceng itu dan diamkan.
VII.         Beberapa Masalah dalam Menyelenggarakan PA
1. Tidak mempunyai Alkitab atau tidak bisa membaca, cara mengatasinya adalah:
a.  Membacakan bagian Alkitab yang hendak ditelaah dengan pelan-pelan dengan disertai intonasi (alunan suara) yang pas.
b.  Diskusi supaya lebih diarahkan pada aplikasi, yaitu apa yang dapat dilakukan setelah mendengarkan pembacaan dan uraian atas berita Alkitab tersebut.
2. Belum bisa berdiskusi hingga banyak yang takut berbicara.
3. Makan waktu.

PEMBINA REMAJA SEBAGAI PEMIMPIN DAN PELAYAN
I.             Pendahuluan
Setiap organisasi apakah organisasi sosial/kemasyarakatan, organisasi politik, dan organisasi kegerejaan pasti membutuhkan pemimpin yang dapat membawah organnisasi tersebut kearah tujuan dari organisasi itu.
Pemimpin ialah orang yang memimpin (leading); kata ini mengandung beberapa pengertian yang saling berhubungan yaitu; membimbing, menunjukan jalan, memelopori, inenuntun, melatih, mendidik, mengepalai dan dikalangan kegerejaan dikenal dengan melayani. Dengan demikian seorang pemimpin sehubungan dengan kegiatan-kegiatan tersebut diperhadapkan dengan kelompok orang-orang yang dipimpinnya sehingga kita kenal pula pemimpin gereja dikenal dengan pelayan (hamba, pesuruh, budak). Pemimpin ialah seseorang yang oleh perkataan dan tindakannya dapat mendorong dan menggerakkan orang-orang untuk melakukan atau mengikutinya dengan suka rela.
11.          Siapakah Pelayan (Pemimpin)
Istilah pelayan dalam perjanjian baru diterjemahkan dari tiga istilah dalam bahasa Yunani; leiturgos, doulos, dan diakonos yang disebut leiturgos adalah pemerintah sebagai pelayan Allah yang antara lain bertugas untuk mengurus pajak (Roma 13:4-6). Paulus sebgai pelayan Kristus dalam pelyanan pemberitaan Injil Allah (Roma 15:16). Imam yang melayani ibadah (Lukas 1:23), yang kemudian oleh surat Ibrani dikenakan kepada Yesus Kristus yang dilukiskan sebagai Imam Besar yang melayani ibadah di kemah sejati (Ibrani 8:2).
Paulus maupun Yesus Kristus juga digelar sebagai Hamba Allah yang diterjemahkan dari istilah Doulos yang artinya bisa juga disamakan dengan pesuruh = budak (Kis. 2:7, Roma 1:1, 2 Kor. 4:5 dan Fil. 2:7). Banyak tata gereja "melayani" dalam perjanjian baru diterjemahkan dari kata Doulein yang berasal dari kata doulos dan dalam perjanjian baru justru istilah Doulos (Hamba, Pesuruh, budak) lebih sering digunakan dari pada leituros (pelayan). Simeon digelar hamba (LA. 2:29). Murid-murid Yesus disebut hamba meskipun mereka juga diperlukan oleh Yesus sebagai sahabat dan bukan sebagai hamba lagi. (Yoh 15:15, 20). Petrus dan teman-temannya menyebut dirinya hamba Tuhan (Kis. 4:29). Efapras disebut Hamba Yesus Kristus yang selalu bergumul dalam doanya supaya jemaat menjadi dewasa (Kol 4:12). Begitu pula dengan Timotius, Yakobus, Yohanes, dan Yudas bahkan Nabi-nabi dan Musa adalah Hamba Allah (II Tim, 1:24-26, Yak 1:1, II Pet. 1:1, Yud 1, Wah. 1:1, 10:7, 11:18 dan Wah. 15:3). Orang-orang yang takut akan Allah dan menyembah Allah adalah sebagai hamba Allah (Wah. 19:2,5 22:3,6). Jelaslah bagi kita bahwa istilah pelayan bukan hanya dikenakan kepada mereka yang disebut pemimpin (struktur) tetapi juga semua orang yang percaya, pelayan bukan hanya pemimpin gereja tetapi semua anggota gereja. Istilah lain yang juga dipakai untuk menunjukkan pada pelayan adalah Diakonein, para malaikat dilukiskan sebagai datang melayani Yesus (Mat. 4:11, Band Mark. 1:13). Istilah yang sama juga dikenakan pada ibu mertua Petrus yang melayani Yesus (Pet. 8:15, Band Mark. 1:13, Luk. 4:39). Kedatangan anak manusia kedunia juga dikatakan untuk melayani dengan memberikan nyawaNya menjadi tebusan bgai orang banyak. (Mat. 20:26-28). Jadi pelayan dalam arti yang luas adalah mencakup seluruh aspek kehidupan manusia termasuk menyentuh hati nurani jemaat. Pelayan atau Diakonos tidak bersikap lebih besar daripada orang lain (Mat 20:26, 23:11, Mark. 10:43, Yoh. 12:26).
Pemerintah juga disebut sebagai Hamba Diakonos Allah dalam segala hal dan dalam situa termasuk ketika menghadapi penderitaan sekalipun (I Kor. 3:5, II Kor. 3:6, 6:4, Roma 15:11 Efesus 2:7, Filipi 3:1, Kol. 1:7, 23, 25:4-7, I Tes. 3:2, I Tim. 3:8, 12, 4:6). Melihat ini kita dapati bahwa tugas Diakonos ternyata mencakup lingkup tugas yang luas. Dengan uraian uraian diatas maka pemimpin dikalangan gereja baik mereka yang ada didalam struktur maupun karena keterpanggilan dan kerelaannya memberi diri dalam pelaksanaan pekerjaan kegerejaan adalah "pelayan, pesuruh atau Hamba Allah". Pelayan berarti mereka yang mendapat pekerjaan untuk melaksanakan pekerjaan pelayanan.
Pertanyaan adalah siapakah yang mendapat kepercayaan itu.
Berdasarkan imamat am orang percaya maka semua anggota bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan. Jadi tugas pelayanan gereja atau jemaat adalah tugas anggota anggotanya.
IIL          Tugas dan Fungsi Utama Kepemimpinan
Kepemimpinan berkaitan erat dengan kekuasaan. Dalam Kepemimpinan Kristen kekuasaan itu bersumber dari Allah. Ini berarti bahwa Kepemimpinan (pemimpin) yan bersumber dari Allah, yang dimiliki oleh seorang pemimpin Kristen hendaklah dipakai untuk melayani dan bukan melayani. Dan ini berarti pula bahwa semakin memperoleh kedudukan/jabatan semakin banyak ia (pemimpin) memberi dan melayani dan bukan semaki banyak menerima/dilayani.
Karena itu fungsi utama seorang pemimpin Kristen adalah melayani (Matius 20:26-28).
Kebesaran seorang pemimpin Kristen terletak pada bagaimana ia menggunakan kekuasaan (power) dan wewenang (authority) yang ada padanya untuk melayani. Diluar itu adala kekuasaan sekuler (dunia) yang dipakai untuk memerintah dan menindas (eksosia).
Dalam organisasi dipakai istilah memimpin (pemimpin), namun prinsip melayanilah yan diutamakan. Ada dua alasan untuk itu, pertama : fungsi pelayanan pada hakekatnya ada atas kehendak dan pemberian Yesus Kristus sendiri (Ef. 4:7-11). Kedua kepemimpinan jernal bersumber dari anugerah Yesus Kristus maka kepemimpinan dalam gereja tidak boleh tidy hams berpola pada kepemimpinan Yesus Kristus. Pola kepemimpinan Yesus Kristus adala pola menghampakan atau mengosongkan diri menjadi hamba (Fil. 2:5-8). Itulah sebabnya kepemimpinan dalam jemaat/gereja hendaknya dilandaskan pada faktor pendoron keterpanggilan pemimpin dalam pelayanannya terhadap sesama (II Kor. 8:1-15). Pemimpin dalam tugas pelayanannya dituntut kerendahan hati dan tindakan nyata (Yoh. 13:4-5), karen keteladanan pemimpin/pelayan dalam kehidupannya sehari-hari akan menjadi panutan atau contoh yang realitas bagi kehidupan jemaat yang dipimpinnya (Tim. 4:11). Karena itulah maka sebagai pemimpin/pelayan dituntut kesiapan diri dalam segala situasi dan kondisi medan pelayanan sambil mengajarkan / menyampaikan injil Yesus Kristus dengan segala kesabara dan kesetiaan (II Tim. 4:2, Wah. 2:10).
Selain fungsi melayani, seorang pemimpin Kristen hares berfungsi sebagai gembak Ia hams berusaha untuk menjaga, memelihara, serta membimbing "dombanya" untul mempunyai hidup (Yohanes 10:10-13); (Maz. 23:1-6).
Sering terjadi bahwa yang dilakukan oleh seorang pemimpin adalah "menggembalakan dirinya sendiri(termasuk kelompoknya). Perhatikan apa yang dikatakan Yehezkiel Celakalah Gembala-Gembala Israel yang menggembalakan dirinya sendiri. Bukankah domba-domba yang seharusnya digembalakan oleh Gembala-gembala itu? Kamimenikmati susunya, dari bulunya kamu buat pakaian, yang gemuk kamu sembelih, tetapi Domba-domba itu tidak kamu gembalakan. Yang lemah tidak kamu kuatkan, yang tersesat tidak kamu bawa pulang, yang hilang tidak kamu cari, melainkan kamu injak-injak mereka dengan kekuasaan dan kekejaman". (Yehezkiel 34:2b-4).
c.               Ciri-ciri dan Sikap Seorang Pemimpin.
Seorang pemimpin Kristen seharusnya memiliki ciri-ciri dan sikap sebagai berikut:
1. Ciri-ciri :
a)       Memiliki kasih sayang. Anggota diperlukan sebagai subjek dan bukan sebagai objek (Mat 22:37-40; diperlukan sebagai mitra kerja (Yoh. 15:15-17); (I Pet. 5:2-3).
b)       Memiliki kepercayaan kuat akan penyertaan Tuhan (Yak. 1:6-8; Fil. 4:13).
c)       Melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab (Kel. 16:27-28).
d)       Memotivasi dan mendorong yang dipimpin, dan memberi semangat (Ams. 20:17; 21:6; Yoh. 14:12-13).
e)          Mampu merekrut orang yang tepat (Luk. 9:1; I Kor. 11:1). fl Bersedia membimbing serta melatih orang (Yoh. 13:13-15).
g)       Tahu kapan is harus berhenti sebagai pemimpin dan bersedia memberi kesempatan kepada orang lain untuk menjadi pemimpin ( Yoh. 14:12; Luk. 9:1-6).
h)       Bersedia dan rela dikritik. "Siapa mengindahkan teguran adalah bijak" (Ams. 15:5); tetapi "siapa yang benci kepada teguran akan mati" (Ams. 15:10); "Dengarkanlah nasehat dan terimalah didikan supaya engkau menjadi bijak dimasa depan".
i)         Mampu memahami orang lain serta peka terhadap masalah yang dihadapi.
j)        Mudah menyesuaikan diri tidak kaku, dan terampil berkomunikasi (Ams. 16:24).
k)         Adil dalam memberi tugas/perintah (Kel. 18:13-27; Kle. 4:1; Ams. 11:1). 1) Dapat menggunakan kekuasaan secara bijaksana (II Pet. 11-12).
2. Sikap :
a)         Sadar bahwa seantero hidup adalah pemberian Tuhan (Ef. 4:11-12).
b)         Percaya diri, tahan uji, siap dikritik, mawas diri, sadar bahwa manusia punya kekurangan dan kelemahan.
c)          Rasa memiliki dan memperlakukan orang lain seperti diri sendiri, menyadari bahwa semua adalah bagian dari organisasi (I Kor. 12:12-31).
d)         Sadar bahwa hidup tidak pernah bebas dari masalah dan karenanya masalah tidak boleh dihindari;
e)          Sadar bahwa waktu adalah pemberian Tuhan;
fl Sadar bahwa sumberdaya yang dimiliki terbatas dan hams dikelola secara maksimal.
g) Sadar untuk setia dan bersedia melaksanakan tugas sekalipun secara manusia ataupun ekonomi pekerjaan flu tidak menguntungkan; tetapi juga berani menolak pekerjaan yang merugikan orang lain. Ingatlah akan pemimpin-pemimpin kamu yang telah menyampaikan Firman Allah kepadamu.
Perhatikanlah akhir hidup mereka dan contohlah ikan mereka (Ibr. 13:7).
d.              Persiapan dan Syarat Menjadi Pemimpin.
Menjadi seorang pemimpin Kristen tidaklah mudah. Dalam hidup kita ada dua keinginan (baca : kekuatan) yang selalu berusaha menguasai diri kita, yakni keinginan dagingdan keinginan roh. Paulus berkata: "Jika aku menghendaki berbuat apa yang baik, yang ja itu ada padaku. Sebab didalam batinku aku suka akan hukum Allah, tetapi di dalam anggo anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku c. membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota tubuhku".(Roma 7:: 23).
Kita memang tidak sepenuhnya dapat menguasai tingkah laku kita. Hanya oleh Roh Kudus kita dimampukan untuk melakukan apa yang seharusnya, apa yang baik dan berkci kepadaNya.
Untuk menjadi pemimpin Kristen seperti itu dibutuhkan persiapan dan syarat-syarat tertel antara lain:
a)         Berkenan kepada Tuhan dan dipenuhi Roh Kudus (I Sam. 13:14);
b)         Pendirian rohani yang teguh (I Tim. 4:1-16; II Tim. 2:4-26;
c)          Merendahkan diri (Fil. 2:1-11);
d)         Rela menderita demi ketaatan kepada Allah (Maz. 126:5-6);
e)          Tak bercacad (Kel. 2:7).
IV.          Penutup
Inti persoalan kepemimpinan Kristen terletak pada alas tanggung jawab uni melakukan "apa yang seharusnya" kerelaan diri untuk "berkorban" atas dasar "ketaata dan "kasih" kepada Allah.
Pemimpin Kristen hams sungguh-sungguh dan menyadari bahwa dirinya hanyalah "a Tuhan" dank arena itu akan mempertanyakan pada dirinya : "Apa yang Tuhan kehen dengan kepemimpinan saya", dan "apa yang Tuhan sedang lakukan melalui kepemimpin saya". Oleh karena itu, kunci saya pada kesemuanya adalah KASIH.


0 comments: