Navigation

MUSIK KRISTEN KONTEMPORER


    Tak dapat dipungkiri, saat ini musik telah menjadi salah satu konsumsi utama dari kebudayaan masyarakat di belahan bumi manapun. Musik rohani sendiri telah banyak mengembangkan warna-warna baru yang bervariasi dengan pembawaan yang lebih modern dan atraktif. Yang dulunya bernyanyi hanya diiringi sebuah organ, piano atau gitar, kini lengkap sebagai sebuah band, ada pemain drum, gitar, bass, piano, keyboard, perkusi serta alat musik lain yang dianggap perlu untuk menciptakan sebuah musik. Kita sedang berada di zaman musik baru, yang dinamakan Musik Kristen Kontemporer (Contemporary Christian music disingkat CCM).  Kata ‘Kontemporer” sendiri berasal dari kata ‘co’ (bersama) dan ‘tempo’ (waktu), sehingga dapat diartikan bahwa musik kontemporer adalah karya musik yang secara thematik merefleksikan situasi waktu yang sedang dilalui (zaman kini). Dasar musik yang dipakai adalah pop, rock dan praise & worship. Beberapa penyanyi atau grup yang mewakili aliran Musik Kristen kontemporer ini antara lain Avalon, Barlow Girl, Jeremy Camp, Casting Crowns, Steven Curtis Chapman, David Crowder Band, Amy Grant, Natalie Grand, Jars of Clay, MercyMe, Newsboys, Chris Tomlin, Hillsong, Michael W. Smith, Rebeca St. James, Thrid Day, TobyMac, dan masih banyak yang lain lagi. Memang tidak semua musik populer Kristen saat ini serta merta dianggap sebagai musik Kristen kontemporer misalnya banyak grup funk, hardcore, hip hop walaupun mengusung thema tentang iman Kristen. Artis seperti Bob Dylan,The Byrds, Lifehouse dan U2 pun tidak  tergolong sebagai artis CCM.

Amy Grant
MUNCULNYA MUSIK 
KRISTEN KONTEMPORER
    Musik Kristen Kontemporer muncul pertama kali ketika terjadi kebangkitan Jesus Movement di akhir tahun 1960, awal tahun 1970. Satu dari sekian banyak album Jesus Music yang populer adalah Upon This Rock (1969) oleh Larry Norman yang dikeluarkan oleh Capitol Record. Berbeda dengan Musik Gospel Tradisional di belahan bumi selatan, aliran Jesus Music yang baru ini, warna musiknya bukan Rock & Roll. Pelopor dari kegerakan ini termasuk 2nd Chapter of Acts, Andrae Crouch and the Disciples, Love Song, Petra, dan Barry McGuire. Budaya Jesus Music ini menjadi luas, hingga menjadi sebuah indrustri musik yang bernilai miliaran dolar di tahun 1980-an. Tahun 1990 an banyak artis-artis CCM seperti Amy Grant, dc Talk, Michael W. Smith, Stryper dan Jars of Clay, telah mencapai kesuksesan dalam industri 
musik. Sekarang ini penjualan musik Kristen kontemporer bahkan melebihi musik-musik klasik, jazz, latin, New Age dan soundtrack musik. Dalam http://christianmusic.about.com/od/ trivia/a/ccmhistory.htm tentang topik The Changing Face of Christian Music diketahui bahwa Larry Norman, pelopor rock alternative Kristen sejak tahun 1960 dikenal sebagai the "Father of Christian Rock" (Bapak Musik Rock Kristen), Dan Marsha Stevens, pemimpin dari Children of the Day dikenal sebagai the "Mother of Contemporary Christian Music" (Induk dari Musik Kristen Kontemporer) menurut versi The Encyclopedia of Contemporary Christian Music. Chuck Girard dikenal pula sebagai artis pria Musik Kristen Kontemporer, yang merintis di gereja California.

KONTROVERSI MUSIK KONTEMPORER
    Sejak munculnya Musik Kristen Kontemporer tahun 1970an, musik kristen seolah terbagi menjadi dua: Hymne (tradisional) dan kontemporer. Hymne cenderung terkesan dengan suasana yang tenang (tidak bersemangat) dan khidmat (terkesan kolot). Hymne juga sangat didekatkan pada musik yang berat, notasinya cukup sulit dan kadang sulit dimengerti apalagi dinikmati, sehingga membentuk image bahwa hymne adalah lagu yang ‘jadul’ (kuno). Sedangkan musik kristen kontemporer cenderung terkesan dinamis, penuh semangat dan “ringan”. Musiknya mudah dimengerti dan dinikmati. Ini hanyalah beberapa poin kontroversi seputar merebaknya musik kristen kontemporer, sehingga pro dan kontra sudah menjadi bagian sejarah musik gereja saat ini.
    John Styll, presiden dari Nashville-based CCM Communications dan ketua Gospel Music Association di Amerika misalnya, menyatakan, trend ke depannya, gereja-gereja akan lebih terbuka terhadap musik kontemporer. "Bisa dibilang jika gereja memakai lagu-lagu penyembahan kontemporer, maka gereja itu akan bertumbuh, dan jika melawannya maka gereja itu jika tidak mati, akan mengalami kemandekan," ujar John Styll. la menyebutkan total penjualan album rohani kontemporer di Amerika bertumbuh pesat dari USD 83 juta di tahun 80-an menjadi USD 700 juta di tahun 2004. Yang menarik, setengahnya justru terjual di outlet gereja Protestan (non Pentakosta/ Karismatik). Memang di sebagian gereja, sepertinya menuai konsekuensi kalau tidak mengikuti zaman. Yaitu, secara otomatis jumlah jemaat yang muda akan berkurang. Kenapa? Karena muda-mudi yang hidup saat ini (khususnya di perkotaan) bisa dipastikan lebih tertarik dengan kebaktian yang lebih variatif dan lebih tertarik dengan kemajuan zaman, apalagi saat ini dunia band semakin diminati kawula muda. Hal itu dapat dilihat dari kegiatan musikal yang berbau band dan ramai ditonton oleh orang-orang muda sedangkan pada musik klasik dan tradisional, kita lihat saja sendiri.
    Sehingga kebanyakan alasan yang dilontarkan adalah satu-satunya cara untuk meraih orang-orang yang mencintai musik (khususnya kaum muda) adalah melalui bahasa mereka sendiri.Namun demikian setidaknya ada beberapa hal yang menjadi catatan negatif tentang musik Kristen kontemporer ini antara lain, pertama, isinya ada banyak kemasukan teologia kemakmuran, sehingga memanjakan jemaat; kedua, dalam liriknya kebanyakan memakai kata “aku”, terkesan egois . Ini disebabkan lagu kristen kontemporer banyak dibuat berdasarkan pengalaman pribadi sang pembuat lagu sifatnya subyektif. Namun ada beberapa lagu seperti “Besar Dan Ajaiblah KaryaMu” ciptaan Pdt. Ir. Niko Nyotoraharjo dan “Mulia Sembah Raja  Mulia (Majesty)” karya Pdt. Dr. Jack William Hayford diakui sebagai lagu kontemporer yang berkwalitas Hymne. Ketiga, Musik Kristen Kontemporer kini terlalu komersiil sehingga kebanyakan mengejar deadline untuk mengeluarkan album, sehingga terkesan mencari keuntungan uang. 
   
Tidaklah salah untuk terus bertumbuh dan berkembang mengikuti perubahan teknologi, media, musik, gaya hidup dan sebagainya. Namun, kita jangan meninggalkan nilai-nilai konservatif (nilai-nilai yang baik) yang kita punyai. Banyak nilai ‘konservatif (yang baik)’ tentang sebuah keluarga (komitmen, keutuhan, dsb), nilai-nilai tentang hubungan cinta yang sehat, nilai-nilai persahabatan, yang seringkali menyelamatkan kita dari jurang kehancuran.
Puji Tuhan pada abad modern ini, banyak lagu-lagu Hymne sudah diaransemen ulang oleh beberapa kelompok penyanyi dan grup band, dengan berbagai gaya musik seperti Rock, Jazz, Rock & Roll sehingga lagu ‘stok lama’ dengan  packaging ‘baru’ dapat dinikmati kawula muda.   

Sumber : www.majalahpraise.com
Share
Sponsor a Child in Jesus Name with Compassion

Unknown

Blog ini berisi Renungan dan berbagai Artikel juga dokumentasi kegiatan
Remaja GMIM solafide Perkamil

Post A Comment:

0 comments: